Seperti yang kita tahu bahwa globalisasi adalah proses komplek yang digerakan oleh berbagai pengaruh sehingga mengubah kehidupan sehari-hari terutama dinegara berkembang, dan pada saat yang sama ia menciptakan system- system dan kekuatan trans nasional baru.
Globalisasi juga menimbulkan berbagai dampak yang merupakan permasalahan global. Dampak dari globalisasi tersebut itu adalah:
1. Dampak jangka pendek, yaitu;
-Dampak negatif globalisasi yang terlihat/ terdetek; yaitu dampak buruk yang dapat dihindari sebelum itu terjadi.
-Dampak positif globalisasi yang terlihat/ terdetek; yaitu dampak positif/baik yang dapat diperkirakan sebelum itu terjadi.
2. Dampak jangka panjang, yaitu;
-Dampak negatif globalisasi yang tidak terlihat/ tidak terdetek; dampak buruk yang tidak diperkirakan dan tidak dapat dihindari sebelumnya. Dampak tersebut baru disadari setelah efek buruknya terjadi
-Dampak positif globalisasi yang tidak terlihat/ tidak terdetek; dampak positif/baik yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dampak tersebut baru disadari setelah menguntungkan peradaban.
Oleh sebab itu sudah sepatutnya penjelasan mengenai masalah globalisasi harus ditekankan, karena perbedaan pendapat mengenai dampak globalisasi sudah sering terjadi di masyarakat kita dewasa ini.
Masalah globalisasi
Globalisasi menawarkan sebuah pusat sistem yang bernama “sistem global”. Sistem global disini diartikan mencangkup keseluruhan bidang, termasuk di dalamya yaitu bidang sosial, politik, budaya, dan ekonomi. Kita seharusnya melihatnya sebagai keuntungan yang terselubung. Mengapa demikian??? Jika diamati, sistem global sebenarnya menawarkan sesuatu yang lain. Globalisasi tidak saja sebagai penaklukan baru, tetapi juga kemerdekaan baru. Artinya, globalisasi juga memberikan ruang kebebasan bagi kita sebagai bangsa Indonesia untuk mampu mengambil tenaga serta bahan dari sumber-sumber sistemasi lain. Hal inilah yang menjadikan Indonesia semakin merdeka dari sebelumnya.
Sebagian besar dari kita merasa takut akan dampak negatif dari globalisasi. Meskipun pemikiran- pemikiran seperti itu sudah banyak diterima di semua kalangan, baik kalangan umum, atau pun kalangan intelektual seperti mahasiswa. Namun, tidak ada seorangpun yang dapat memastikan masa yang akan datang. Manusia hanya dapat mengira-ngira dampak dari sesuatu tersebut baik atau buruk hanya dalam segi teoritis. Dalam prakteknya segi teoritis ini tidaklah mutlak dapat mengendalikan keadaan sesuai perencanaan di dalamnya.
Bisa saja terjadi, apa yang kita anggap akan menimbulkan pengaruh negatif malah dapat menimbulkan pengaruh positif. Ataupun sebaliknya yang kita perkirakan menimbulkan pengaruh positif malah dapat menimbulkan pengaruh negatif. Oleh karena itu saya (selaku penulis) sangat tidak setuju dengan adanya kalimat pemikiran ”cara untuk mengatasi dampak negatif dari globalisasi”. Kesan yang terlihat ketika kita membaca kalimat tersebut yaitu seakan- akan kita mengetahui dan dapat memilah- pilah mana yang menimbulkan dampak negatif dan mana yang menimbulkan dampak positif dari globalisasi tertentu.
Terkait dengan pemikiran “untuk mengatasi/menghindari dampak negatif dari globalisasi” tersebut, sebenarnya kita TIDAK PERLU memikirkannya. Karena itu hanya akan membuat kita takut menghadapi kenyataan era Globalisasi saat ini. Dan rasa takut tersebut langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi choice/ pilihan kita terhadap globalitas innovation sehingga menimbulkan inovasi terbatas terhadap perkembangan pembangunan yang berkelanjutan (dalam hal ini “globalisasi”).
Memang “dampak negatif dari proses globalisasi” merupakan salah satu “masalah globalisasi”. Akan tetapi yang perlu ditekankan bukanlah perhatian kita kepada dampak negatif globalisasi, sebab dampak negatif globalisasi bukanlah satu- satunya masalah globalisasi. Dampak positif globalisasi pun merupakan suatu masalah globalisasi untuk jangka panjang.
Kenapa dampak positif juga dikatakan merupakan masalah globalisasi untuk jangka panjang???. Sekarang contoh salah satu dampak positif globalisasi berkaitan dengan IPTEK yaitu menyangkut penemuan sumber energi baru; misalnya penemuan solusi pengganti BBM menggunakan minyak singkong untuk menggerakan kendaraan bermotor, solusi pengganti gas LPG/ minyaktanah dengan air oksida untuk memasak dan penemuan buah nanas sebagai bahan dasar detergen untuk mencuci pakaian,dll.
Pada contoh diatas, sebagian dari sumber energi baru yang ditemukan dapat digolongkan sebagai sumber energi nabati, ternyata juga merupakan sumber dari bahan baku untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Seperti yang kita tahu, globalisasi semakin lama semakin meningkat dan cepat. Jika kita berpikir secara kritis maka dalam contoh dampak positif globalisasi diatas yang berkaitan dengan iptek tersebut akan dapat menimbulkan masalah di masa yang akan dating(masalah jangka panjang).
Kalau itu sungguh terjadi maka manusia akan mengalami masa “Suffocation”(mati lemas/ kekurangan nafas), maksudnya disini yaitu manusia akan mengalami masa dimana semua system era baru telah di coba dan tidak ada lagi system mengenai era yang baru yang dapat diterapkan. Maka akan terjadi pembodohan era [{“tidak di bahas dalam tulisan ini”}].
Oleh karena itu pokok inti yang patut kita permasalahkan bukan dampak negatif globalisasi( pengaruh buruk globalisasi yang terlihat), akan tetapi yang perlu kita pikirkan yaitu mengenai permasalahan globalisasi(semua pengaruh dari akibat globalisasi yang terlihat). Dan yang patut kita pertanyakan bukanlah cara mengatasi masalah globalisasi , namun seharusnya pertanyaan kita adalah “bagaimana cara mengatur dan mengarahkan masalah globalisasi sehingga menguntungkan bagi kita sebagai bangsa Indonesia???”
Asas Komplementasi Dalam Pembangunan Global
Kemajuan peradaban dan derap langkah pembangunan merupakan dua hal yang umumnya berjalan secara beriringan. Melalui berbagai aktifitas pembangunan itu manusia meningkatkan kualitas kehidupan, mengkonstruksi tata-nilai kehidupan dan akhirnya membentuk sebuah peradaban. Di era abad 21 sekarang ini, perkembangan derap peradaban manusia itu telah mencapai suatu kondisi yang dicirikan dengan adanya interaksi yang semakin intensif antar umat manusia, yang secara umum era seperti ini sering kita sebut sebagai “era globalisasi”.
Kondisi keterhubungan (interconnectedness) antarmanusia itu memberikan berbagai pengaruh dalam pembangunan peradaban era global. Harus diakui bahwa dibalik berbagai pengaruh itu terdapat kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh, namun di sisi lain era globalisasi ini menghadirkan berbagai tantangan/ permasalahan, yang hampir seluruh permasalahan itu adalah hasil dari intensitas interaksi antarmanusia di berbagai belahan bumi yang terus meningkat.
Pada era Globalisasi sekarang ini terjadi banyak peningkatan kualitas di segala bidang, menurut data dari WHO (World Health Organization), usia harapan hidup rata-rata umat manusia di dunia, yang di tahun 1955 adalah 48 tahun telah meningkat menjadi 62 tahun di tahun 2000. Selain itu, umat manusia pada era Globalisasi ini juga semakin terdidik yang ditunjukkan oleh data dari UNESCO yaitu jika di tahun 1970 masih ada 37% dari penduduk dunia yang buta huruf, jumlah itu sudah menurun menjadi hanya sekitar 18% penduduk dunia yang buta huruf di tahun 2004. Umat manusia saat ini juga dapat menikmati tatanan dunia yang relatif lebih damai dan secara geopolitis juga lebih stabil dibandingkan dengan beberapa era sebelumnya.
Dari perspektif kesejahteraan, juga dapat dikatakan bahwa kesejahteraan manusia sekarang relatif lebih baik. Data dari UNDP (United Nation Development Program) menyatakan bahwa di tahun 2006 lalu pertumbuhan perekonomian dunia mencapai 5,4% dan pendapatan bruto dunia mencapai US$ 66 Trilyun jika dihitung berdasarkan skala PPP (Purchasing Power Parity). Dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,1% di tahun itu, maka UNDP menyatakan bahwa pendapatan per kapita dunia naik rata-rata sebesar 4,3%. Dengan capaian seperti itu, maka umat manusia boleh optimis bahwa di tahun 2015, jumlah orang miskin di seluruh dunia dapat dikurangi sampai separuhnya, atau dengan kata lain agenda pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (MDG) dapat diharapkan untuk tercapai sasarannya tepat waktu. Oleh karena itu, tampaknya peradaban dunia pada era globalisasi ini sudah berjalan sesuai dengan track atau jalur yang diharapkan untuk mencapai tujuan-tujuan luhur yang diinginkan secara kolektif oleh seluruh umat manusia.
Meskipun demikian umat manusia di era globalisasi sekarang ini juga menghadapi berbagai tantangan permasalahan peradaban yang tidak sedikit dan bahkan berpotensi untuk mengancam jalannya pembangunan berskala global untuk tercapainya kemaslahatan umat manusia. Meskipun pendapatan dunia itu meningkat, namun harus diakui bahwa kesenjangan antara kelompok manusia dengan kesejahteraan yang tinggi dengan kelompok manusia dengan kesejahteraan rendah semakin lebar. Data dari UNDP memaparkan bahwa di tahun 2006, sebanyak 2% dari orang-orang terkaya di dunia menguasai 50% sumber daya di seluruh dunia dan analisa dari majalah Fortune 500 edisi akhir tahun 2006 pernah menyatakan bahwa penghasilan bersih dari 225 orang terkaya di dunia hampir sama dengan pendapatan nasional dari 40% negara miskin dan negara berkembang yang ada di seluruh dunia.
Pada intinya secara umum permasalahan globalisasi memiliki dua sifat yaitu:
Unsur interrelasi yang sangat kuat, artinya permasalahan globalisasi itu, sangat berpautan erat antara satu negara dengan beberapa negara lain. Meskipun masalah- masalah itu pada mulanya dijumpai hanya di satu atau beberapa negara akan tetapi lambat laun akan terjadi di seluruh negara di berbagai belahan bumi. Apalagi dengan kemajuan teknologi transportasi dan teknologi telekomunikasi dan informasi yang telah menyebabkan interaksi antar manusia baik secara nyata maupun maya semakin meningkat, maka penyebaran dari permasalahan globalisasi itu diperkirakan akan semakin cepat.
Keterjangkauan berskala global (global coverage), artinya permasalahan globalisasi itu, dapat menyebar ke seluruh dunia, dan memberikan dampak yang juga berskala dunia/global. Harus diakui bahwa kemajuan teknologi informasi, telekomunikasi, dan transportasi berperan besar untuk mendiseminasikan permasalahan globalisasi itu ke berbagai belahan bumi.
Dengan adanya dua sifat itu, maka dapat dikatakan bahwa gejala keterhubungan (interconnectedness) antara berbagai masalah globalisasi dengan hubungan antar bangsa telah semakin meningkat, dan hal itu sebenarnya adalah sebuah konsekuensi logis dari globalisasi yang memang pada akhirnya akan membawa manusia untuk menjadi semakin mudah dan semakin sering berinteraksi. Namun di pihak lain, sifat jangkauan global dan dampak masalah globalnya juga harus diwaspadai.
Dalam dunia yang semakin mengglobal dan diperkirakan akan terus mengglobal di abad-abad berikutnya, maka berbagai masalah yang diawali pada suatu lokasi di belahan bumi tertentu dapat memberikan dampaknya ke seluruh planet bumi dan bahkan bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, maka budaya peradaban di era globalisasi sekarang ini harus diarahkan pada suatu asas komplementasi (complementary thinking) atau pola pikir untuk saling melengkapi.
Asas komplementasi itu pada hakekatnya sejalan dengan kompleksitas permasalahan di era global, yang menunjukkan semakin meningkatnya pertautan antara satu kepentingan dengan kepentingan lain yang, mau tidak mau, telah mendorong umat manusia untuk semakin saling bergantung atau interdependen satu sama lain.
Pada dasarnya ada tiga prinsip penting yang harus dijadikan acuan dalam pengembangan asas komplementer, yaitu:
1. Prinsip keseimbangan (equality), yang dimaksud dengan prinsip keseimbangan adalah bahwa masing-masing pihak yang terlibat dalam asas komplementer harus bersedia untuk berbagi kepentingan (interest) yang dimilikinya dengan kepentingan pihak lain. Berbagi kepentingan di sini didasari oleh pemahaman bahwa tantangan di era globalisasi bersifat sangat kompleks, saling berpautan dan masing-masing bangsa di belahan bumi ini memiliki kapasitasnya masing-masing yang khas, yang unik dan memiliki kontribusi yang setara dalam porsinya masing-masing, untuk memberikan solusi yang bersifat komprehensif dan berskala global.
2. Prinsip jangka panjang (eternity), yang dimaksud dengan prinsip jangka panjang adalah bahwa asas komplementer untuk menghadapi tantangan peradaban yang berskala global itu, harus dilaksanakan dengan komitmen untuk terus menindaklanjutinya dalam skala jangka panjang. Hal itu karena kondisi keterpautan dan kondisi saling bergantung antar umat manusia justru akan semakin meningkat di masa datang. Masalah globalisasi adalah masalah yang penyelesaiannya membutuhkan komitmen jangka panjang dari seluruh bangsa di dunia. Tanpa adanya komitmen jangka panjang, maka bentuk solusi apapun yang diberikan tidak akan efektif.
3. Prinsip pembelajaran-kolektif (collective learning), yang dimaksud dengan pembelajaran kolektif bukanlah memisahkan diri/ menghindari dari pengaruh asing (barat). Akan tetapi Prinsip pembelajaran-kolektif adalah adanya semangat dan mentalitas dari segenap bangsa untuk menjadikan kondisi saling melengkapi itu sebagai sebuah forum pembelajaran. Hal ini didasari oleh prinsip, bahwasanya negara atau bangsa mana pun di dunia memiliki fiturnya masing-masing yang semuanya diperlukan untuk memberikan solusi yang tepat dari berbagai tantangan masa depan. Tentu saja pembelajaran kolektif ini hanya dimungkinkan jika masing-masing negara/bangsa mau berbagi kepentingan antara satu dengan lainnya. Dengan adanya pembelajaran kolektif ini, maka kondisi saling ketergantungan itu justru akan menjadi insentif bagi masing-masing negara/bangsa di dunia untuk mengembangkan kapasitasnya masing-masing khususnya dalam mengatasi tantangan di era globalisasi. Jadi seperti yang dipaparkan pada pembahasan “Masalah globalisasi” diatas, yaitu tidak perlu bersolusi pada patokan “cara mengatasi masalah globalisasi” karena itu hanya menimbulkan keterbatasan pembelajaran. Jika pembelajaran terbatas maka mana mungkin kita dapat kolektif terhadap Globalitas yang terjadi.
Ketiga prinsip tersebut harus ada pada asas komplementasi. Karena tanpa adanya ketiga prinsip itu, maka asas komplementasi tidak akan memberikan banyak manfaat, justru yang terjadi adalah, asas itu hanya akan dimanfaatkan oleh negara/bangsa tertentu untuk mengatur dan mengendalikan bangsa/negara lain. Sehingga bukan solusi yang akan dihasilkan, namun justru berpotensi menghadirkan masalah baru yaitu neo-kolonialisme. Ada pun bentuk perwujudan dari asas komplementasi adalah sebuah rangkaian pola tindak yang mendorong adanya berbagai aktifitas kerjasama, kemitraan (partnerships) dan hal-hal sejenis, yang sangat diperlukan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang akan terjadi di era globalisasi itu seiring dengan semangat bahwa tantangan global harus diatasi dengan aktifitas global. Oleh karena itu jangan takut menghadapi globalisasi(dampak negatif yang terlihat),sebab rasa takut dan was-was akan secara otomatis membuat kita menghindar dari salah satu efek global(mungkin yang menurut kita negatif), maka yang terjadi adalah keterbelakangan kita di dalam era global yang sudah maju sehingga menyebabkan masalah yang lebih berat lagi.
Peranan Asas Komplementasi
Peran asas komplementasi dalam pengembangan peradaban era globalisasi itu nantinya adalah untuk memfasilitasi terlaksananya proses inovasi terbuka (open innovation), yaitu sebuah proses inovasi yang hanya dimungkinkan melalui suatu kerjasama yang intensif antara berbagai pihak yang berbeda. Melalui inovasi terbuka itu diharapkan dapat diperoleh berbagai alternatif solusi yang terbaik untuk mengantisipasi sejumlah tantangan di era ini.
Ada tiga fitur penting dari inovasi terbuka, yaitu:
a. Transparansi (transparency). Inovasi terbuka dihasilkan melalui kerjasama yang intensif antara beberapa pihak (termasuk juga beberapa negara, dalam menghadapi isu global). Dengan demikian, maka proses dari inovasi itu menjadi lebih transparan karena masing-masing pihak yang terlibat didalamnya memiliki akses yang setara dalam setiap langkah dalam proses inovasi itu. Sebagai misal, sebuah proses inovasi terbuka untuk memproduksi vaksin anti virus H5N1 yang menyebabkan penyakit flu burung akan menjadikan adanya kesetaraan antara negara-negara yang telah maju dalam bidang teknologinya dengan negara-negara lain yang belum maju, akan tetapi sanggup menyediakan bahan baku berupa sampel virus tersebut. Sehingga produk vaksin yang dihasilkan akan memberikan manfaat yang lebih setara sesuai dengan agenda yang disepakati bersama.
b. Menyeluruh (comprehensiveness). Proses inovasi terbuka menuntut adanya peninjauan dari berbagai aspek dalam setiap langkah untuk memproduksi inovasi. Atau kata lain, dalam proses inovasi terbuka, tidak saja aspek ekonomi dan finansial yang diperhitungkan, akan tetapi juga aspek sosial dan lingkungan hidup. Hal itu karena inovasi terbuka merupakan aktifitas yang dilakukan secara kolektif, dengan para peserta yang umumnya memiliki kondisi yang beragam. Sebagai misal untuk merancang sebuah inovasi terbuka guna mengatasi efek gas rumah kaca yang menghasilkan pemanasan global maka ketika negara-negara maju dengan teknologinya yang lebih ramah lingkungan bekerjasama dengan negara-negara berkembang dengan teknologi yang lebih terbelakang, namun memiliki potensi perlindungan lingkungan yang lebih baik, misalnya areal hutan yang luas dan cadangan air bersih yang lebih banyak, maka kedua belah pihak, baik negara maju maupun negara berkembang, mau tidak mau, harus mengedepankan berbagai aspek dan tidak mungkin kalau hanya mengedepankan aspek keuntungan ekonomi semata.
c. Kesesuaian (adaptability), karena inovasi terbuka itu prosesnya dilakukan secara bersama-sama dengan mengikutsertakan kepentingan berbagai pihak, maka tentunya hasil dari proses inovasi itu akan lebih cocok dan lebih sesuai untuk diterapkan oleh para pesertanya. Terkadang terjadi kasus, dimana inovasi yang dihasilkan hanya cocok untuk peserta tertentu akan tetapi kurang tepat untuk diterapkan bagi peserta lainnya. Sebagai misal, untuk masalah ketersediaan energi, solusi dengan menawarkan alternatif sumber energi terbarukan, misalnya, sumber energi angin, gelombang laut atau sinar matahari tentunya sangat bergantung pada kondisi fisis dari negara-negara tertentu saja.
Dalam tatanan dunia global sekarang ini hal yang paling perlu untuk diperhitungkan adalah menjadikan proses inovasi terbuka itu sebagai arena pembelajaran, sehingga dapat diperoleh manfaat sebanyak mungkin. Tanpa adanya pembelajaran maka suatu bangsa hanya akan memperoleh manfaat yang terbatas dari proses inovasi terbuka atau bahkan globalisasi itu sendiri.
Termasuk juga dalam kawasan globalisasi kebudayaan, globalisasi kebudayaan memang merupakan universalisme kebudayaan, namun universalisme yang tertuang dalam globalisasi tetap mempunyai sebuah system yang mengatur dan mengarahkannya, sehingga globalitas kebudayaan tersebut tidak menimbulkan pertentangan dari teory relativisme dari kaum radikal yang menganggap sesuatu yang baru muncul pada era globalisasi akan benar-benar mengubah dunia secara radikal dan menghancurkan kebudayaan-kebudayaan lokal(di Indonesia yang merasa ter-eksploitasi kebudayaan timurnya ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar